Perbedaan Menyelenggarakan Event Internasional dan Nasional

Perbedaan Menyelenggarakan Event Internasional dan Nasional
Bayu Hari | February 15, 2024

Dalam bisnis penyelenggaraan acara, pengalaman menjadi faktor kunci menuju kesuksesan. Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan G20 (2022) dan KTT ASEAN (2023) pun tak sekadar jadi momentum organizer mendulang rupiah, melainkan juga memperkaya pengalaman dalam menyelenggarakan kegiatan berskala internasional.

Ada hal berbeda yang bakal dijumpai organizer ketika menyelenggarakan acara berskala internasional, mulai dari keprotokolan sampai dengan pemilihan vendor dan jenis peralatan yang akan digunakan.

Setidaknya itulah yang diceritakan Muhammad Reza Abdullah, Presiden Direktur Royalindo Expoduta, yang terpilih sebagai professional conference organizer (PCO) acara ASEAN Foreign Minister Meeting and Related Meetings yang berlangsung pada Juli lalu di Jakarta. Pada proyek acara senilai kurang lebih dari Rp10 miliar itu, ada 1.000 delegasi yang hadir dari berbagai negara.

Ia mencontohkan, perihal pengaturan tempat duduk (berdasarkan alfabet), set up table, dan bendera itu tidak boleh salah. “Bendera itu sensitif. Ada negara yang suka ganti bendera, jadi harus dicek lagi ke website UN. Kalau salah, yang malu negara, jadi tidak boleh salah,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, terkait dengan penggunaan jasa penerjemah, hampir semua tersedia di Indonesia. Tapi ada beberapa negara yang tidak ada, seperti Mongolia. Untuk itu, ia pernah beberapa kali meminta referensi Kantor UN yang ada di Thailand.

“Di Singapura ada agensi jasa penerjemah, tapi mahal. Di Indonesia belum ada yang berbentuk PT, tapi ada koordinator-koordinator untuk jasa itu,” katanya.

Kemudian, terkait dengan peralatan yang digunakan, Reza mengaku tidak berani coba-coba untuk melakukan substitusi atau menggunakan vendor baru. Untuk itu, ketika akan tender pun ia sudah memastikan ke vendor langganannya bahwa produk yang akan digunakan tersedia.

“Untuk peralatan yang digunakan grade A. Kalau barang baru, vendor baru, kami tidak berani di event besar. Tapi kalau event kecil, kita sering pakai vendor baru, dan coba produk baru,” katanya.

Meskipun ada perbedaan dalam penanganan acara internasional dan nasional, tapi keduanya punya satu kesamaan, yaitu waktu persiapan set up yang pendek, rerata satu malam, dan paling lama dua hari. Ia kemudian membandingkan ketika menangani kegiatan internasional dari UN, yang mendapatkan jatah set up selama 4 hari sehingga punya banyak waktu untuk melakukan pengecekan.

“Itu kebiasaan jelek di Indonesia dan itu tidak ideal, tapi bukan berarti tidak bisa. Terpenting kalau event besar harus lebih sering melakukan pengecekan,” kata Reza.


Related Article
No Related Articles